Surat ini terdiri atas 44 ayat; termasuk dari surat al-Makkiayh, diturunkan setelah surat al-Haqqoh.
Perkataan al-Ma’arij yang menjadi nama bagi surat ini adalah kata jama’ dari kata al-“mi’roj” diambil dari kata ma’aarij yang terdapat pada ayat ketiga surat ini, yang arti menurut bahasa adalah tempat naik. Sedang ahli tafsir memberi arti yang bermacam-macam, diantaranya ialah langit, karunia dan derajat atau tingkatan yang diberikan Allah kepada ahli surga.
Pokok-pokok isinya :
Perintah besabar kepada Nabi Muhammad SAW. dalam mengahadapi ejekan-ejekan dan keingkaran orang-orang kafir, kejadian-kejadian pada hari kiamat; azab Allah tidak dapat dihindarkan dengan tebusan apapun, sifat-sifat mereka yang mendorong keapi neraka, amal perbuatan yang dapat membawa manusia ke martabat yang tinggi, perintah Allah akan mennganti kaum yang durhaka dengan kaum yang lebih baik.
Terjemah:
1. Seseorang telah meminta azab yang akan menimpa. 2. Orang-orang kafir, yang tidak seorangpun dapat menolaknya. 3. (yang datang ) dari Allah. yang mempunyai tempat-tempat naik. 4. Malaikat-malaikat dan Jibril naik (menghadap) kepada Tuhan dalam sehari yang kadarnya lima puluh ribu tahun. 5. Maka bersabarlah kamu dengan sabar yang baik. 6. Sesungguhnya mereka memandang siksaan itu jauh (mustahil). 7. sedang kami memadangnya dekat (mungkin terjadi).[2] 8. Pada hari ketika langit menjadi seperti luluhan perak. 9. Dan gunung-gunung seperti bulu (yang berterbangan). 10. Dan tidak ada seorang teman akrab pun yang menanyakan temannya. 11. Sedang mereka saling melihat. Orang kafir ingin kalau sekiranya dia dapat menebus (dirinya) dari azab hari itu dengan anak-anaknya. 12. Dan isterinya dan saudaranya. 13. Dan kaum familinya yang melindunginya (di dunia). 14. Dan orang-orang diatas bumi seluruhnya, kemudian (mengharapkan) tebusan itu dapat menyelamatkannya. 15. sekali-kali tidak dapat sesunggunya neraka itu adalah api yang bergejolak. 16. Yang mengelupaskan kulit kepala. 17. Yang memanggil orang yang membelakang dan yang berpaling (dari agama). 18. Serta (mengumpulkan harta benda) lalu menyimpannya.
Tafsir :
1-2. Diriwayatkan bahwa an-Nadhar bin Haris, seorang musyrik telah memperolok-olok Nabi Muhammad saw, agar Allah SWT segera menimpakan azab kepada mereka, sebagaimana yang telah diancamkan itu. Prmintaan itu disebutkan oleh Allah dalam surat al-Anfal ayat: 32. Maka turunlah ayat ini yang menyatakan bahwa azab yang dijanjikan itu pasti datang, tidak dapat ditolak ole siapapun.
Ayat-ayat ini menerangkan bahwa orang-ornag musyrik Mekkah seperti an-Nadhar meminta kepada Nabi agar segera menurunkan azab yang tela dijanjikan itu, sebagai bukti kalau Allah dan Muhammad benar-benar Tuhan dan utusan-Nya.
Permintaan itu dijawab oleh ayat ini dengan menyatakan bahwa azab itu pasti turun baik diminta ataupun tidak.
3. Diterangkan bahwa azab itu datang dari allah pada aktu yang ditentukan-Nya, dan jika datang tidak seorangpun yang dapat menolaknya.
Yang dimaksud dengan dzil ma’arij (mempunyai tangga)[3], dalam ayat ini adalah azab itu datang dari Allah yang Maha Tinggi lagi Maha Sempurna, dan adanya azab itu berdasar kehendak dan keputusan-Nya bukan berdasar dari kehendak mahkluknya.
4. Ayat-ayat ini menerangkan bahwa Malaikat-Malaikat dan Jibril mengahadap Allah memakan waktu yang sangat singkat dan jika dilakukan oleh manusia akan memerlukan waktu 50.000 tahun.
Perkataan 50.000 tahun pada ayat ini bukanlah arti yang sebenarnya, akan tetapi sebagai suatu tanda bahwa arasy Allah itu sangatlah jauh dan tinggi.[4]
5. Dalam ayat ini Allah memerintahkan agar Rosulullah bersabar terhadap sikap orang-orang musyrik yang selalu mengolok-oloknya. Dan Allah memperingatkan kepada Nabi supaya jangan pernah gelisah mengahadapi mereka dan azab itu adalah urusan Allah.
6. Orang-orang musyrik memandang bahwa azab itu mustahil terjadi, karena mereka terperdaya oleh dunia dan karena ilmu mereka sedikit serta tidak mengindahkan petunjuk Allah.
7. Sedang pada sisi Allah azab itu pasti terjadi, karena Dia adalah yang Maha Penentu dari segala urusan. Dan tidak ada sesuatupun yang dapat mencegah-Nya dan melawan kehendak-Nya.
8. Allah menerangkan saat-saat kedatangan azab itu serta keadaan manusia waktu itu. Azab itu datang pada orang kafir pada waktu langit hancur luluh, seperti luluhan perak yang mencar karena dipanaskan.
9. Gunung-gunung hancur bertaburan seakan-akan bulu-bulu burung yang berterbangan karena terembus angin.
10. Dalam ayat ini, diterangkan kebingungan dan penderitaan orang-orang pada saat itu. Masing-masing tidak dapat menolong orang lain, seorang teman akrab tidak ada yang menanyakan temanya padahal mereka saling melihat antara satu dengan yang lain akan penderitaan yang dihadapi.
11-14. Dalam ayat ini menerangkan bahwa orang-orang kafir mengharapkan pada hari itu agar terlepas dari azab yang mereka derita itu, dengan cara menebus diri dengan anak-anak mereka, isteri-isteri mereka, saudara-saudara mereka, kaum mereka, dan manusia yang ada dibumi yang semuanya itu saling membantu selama dibumi. Karena demikianlah yang mereka lakukan selama didunia, saling tolong menolong meskipun mereka berbuat kejahatan dan kedzoliman.[5]
15-18. Dalam ayat ini Allah menegaskan bahwa, tidak akan diterima tebusan pun dari perbuatan dosa yang telah mereka lakukan. Dia tidak memerlukan itu semua karena Allah Maha Kaya. Ayat lain yang serupa dengan ayat ini adalah firman Allah dalam surat Ali-Imron, ayat: 91:
Artinya: Sesungguhnya orang-orang kafir dan mati, sedang mereka tetap dalam kekafirannya, maka tidaklah akan diterima dari seseoorang diantara mereka emas sepenuh bumi, walaupun ia menebus dirinya dengan emas (yang sebanyak itu). Bagi mereka itulah siksa yang pedi dan sekali-kali mereka tidak memperoleh penolong.
Azab yang disediakan bagi orang-orang kafir itu ialah neraka Jahannam yang apinya menyal-nyala, dan tak ada seorangpun yang dapat melepaskan diri darinya. Neraka itu mengelupaskan kulit kepala, mengahnguskan seluruh badannya dan membakarnya.
Neraka itu memanggil-mnggil orang kafir untuk diazabnya, begitu juga orang-orang yang membelakangi dan dan lari dari kebenaran, suka berbuat curang ,jahat, dan suka mengumpilkan harta benda namun tidak menafkahkannya.[6]
Ayat ini bukan melarang kaum muslimin mengumpulkan harta, melainkan melarang mengumpulkan harta tanpa mengeluarkan hak-hak Allah yang ada dalam harta yang telah dikumpulkanya itu.
Kesimpulan:
- Urusan azab itu adalah urusan Allah semata, bukan urusan Muhammad atau makhluk lain. Karena itu Dia-lah yang menentukan kedatangannya, dan jika azab itu datang tidak ada seorangpun yang dapat menolaknya.
- Allah SWT Maha Suci lagi Maha Tinggi, Dia mempunyai Malaikat-Malaikat dan Malaikat Jibril yang melaksanakan perintah perintah-Nya dalam mengatur alam ini.
- Allah Swt memerintah agar Nabi Muhammad dan orang-orang yang beriman tetap tabah dan sabar meghadapi segala macam cobaan yang datang padanya.
- Orang-orang mukmin yakin bahwa azab Allah pasti ada, sedang orang-orang kafir tidak mempercayainya.
- Kesengsaraan dan penderitan pad hari kiamat itu sangatlah berat, sehingga orang tidak dapat memikirkan nasib orang lain.
- Seseorang tidak dapat menebus dirinya dengan apapun juga untuk menghindarkan diri dari azab Allah.
DAFTAR PUSTAKA
Ø Al-qur’an dan tafsirannya, Jilid X, Proyek Pengadaan Kitab Suci Departemen Agama R.I. 1984/1985.
Ø Tafsir Jalalayn (kyai H. Misbah bin Zaid Musthofa Bangilan), juz 21-30, Toko Kitab Alhidayah, Surabaya.
[1] Diambil Dari Al-Qur’an Dan Tafsirannya, Departemen Agama R.I.
[2] Dalam al-qur’an terjemahan raja Fadz, bahwa bukan “mungkin terjadi” akan tetapi pasti terjadi.
[3] Yang termasuk mufassir yang menafsiri ayat ini dengan langit adalah imam Jalalayn. Dalam kitabnya tafsir jalalyn. Hal: 2594.
[4] Akan tetapi menurut imam Jalalyn, ayat ini menerangkan bahwa, perkataan 50.000 tahun dan waktu sehari itu maksudnya adalah penisbaan terhadap oang kafir yang tertimpa beban yang sangat besar dari azab itu, dan ketenangan orang mukmin karena selalu mengerjakan apa yang allah perintahkan termasuk sholat fardhu dan sabar. Ibid.
[5] Dalam penjelasan ayat ini, imam Jalalayn menambahkan, bahwa orang kafir itu tidak hanya melihatnya saja , bahkan sama-sama mengerti, tanpa saling bicara dan juga jumlah yang terdapat pada ayat “yubasshorunahum” itu adalah jumlah istiknafiah.
[6] Imam Jalalayn dalam penjelasan ini mengumpamakan ucapan neraka jahannam atau yang disebut dengan ladho, dengan perkataan “datanglah kepadaku, datanglah kepadaku” .