SELAMAT DATANG

Anda masuk pada blog Sinau bareng Hariri. Semoga bermanfaat untuk kita semua.

Sabtu, 30 Juli 2011

AL-MA’ARIJ (TEMPAT TEMPAT NAIK) Ayat 1-18

“PENGINGKARAN AKAN ADANYA HARI KIAMAT”[1]

Surat ini terdiri atas 44 ayat; termasuk dari surat al-Makkiayh, diturunkan setelah surat al-Haqqoh.
Perkataan al-Ma’arij yang menjadi nama bagi surat ini adalah kata jama’ dari kata al-“mi’roj” diambil dari kata ma’aarij yang terdapat pada ayat ketiga surat ini, yang arti menurut  bahasa adalah tempat naik. Sedang ahli tafsir memberi arti yang bermacam-macam, diantaranya ialah langit, karunia dan derajat atau tingkatan yang diberikan Allah kepada ahli surga.

Pokok-pokok isinya :
Perintah besabar kepada Nabi Muhammad SAW. dalam mengahadapi ejekan-ejekan dan keingkaran orang-orang kafir, kejadian-kejadian pada hari kiamat; azab Allah tidak dapat dihindarkan dengan tebusan apapun, sifat-sifat mereka yang mendorong keapi neraka, amal perbuatan yang dapat membawa manusia ke martabat yang tinggi, perintah Allah akan mennganti kaum yang durhaka dengan kaum yang lebih baik.

Terjemah:
1. Seseorang telah meminta azab yang akan menimpa. 2. Orang-orang kafir, yang tidak seorangpun dapat menolaknya. 3. (yang datang ) dari Allah. yang mempunyai tempat-tempat naik. 4. Malaikat-malaikat dan Jibril naik (menghadap) kepada Tuhan dalam sehari yang kadarnya lima puluh ribu tahun. 5. Maka bersabarlah kamu dengan sabar yang baik. 6. Sesungguhnya mereka memandang siksaan itu jauh (mustahil). 7. sedang kami memadangnya dekat (mungkin terjadi).[2] 8. Pada hari ketika langit menjadi seperti luluhan perak. 9. Dan gunung-gunung seperti bulu (yang berterbangan). 10. Dan tidak ada seorang teman akrab pun yang menanyakan temannya. 11. Sedang mereka saling melihat. Orang kafir ingin kalau sekiranya dia dapat menebus (dirinya) dari azab hari itu dengan anak-anaknya. 12. Dan isterinya dan saudaranya. 13. Dan kaum familinya yang melindunginya (di dunia). 14. Dan orang-orang diatas  bumi seluruhnya, kemudian (mengharapkan) tebusan itu dapat menyelamatkannya. 15. sekali-kali tidak dapat sesunggunya neraka itu adalah api yang bergejolak. 16. Yang mengelupaskan kulit kepala. 17. Yang memanggil orang yang membelakang dan yang berpaling (dari agama). 18. Serta (mengumpulkan harta benda) lalu menyimpannya.

Tafsir :
1-2. Diriwayatkan bahwa an-Nadhar bin Haris, seorang musyrik telah memperolok-olok Nabi Muhammad saw, agar Allah SWT segera menimpakan azab kepada mereka, sebagaimana yang telah diancamkan itu. Prmintaan itu disebutkan oleh Allah dalam surat al-Anfal ayat: 32. Maka turunlah ayat ini yang menyatakan bahwa azab yang dijanjikan itu pasti datang, tidak dapat ditolak ole siapapun.
Ayat-ayat ini menerangkan bahwa orang-ornag musyrik Mekkah seperti an-Nadhar meminta kepada Nabi agar segera menurunkan azab yang tela dijanjikan itu, sebagai bukti kalau Allah dan Muhammad benar-benar Tuhan dan utusan-Nya.
Permintaan itu dijawab oleh ayat ini dengan menyatakan bahwa azab itu pasti turun baik diminta ataupun tidak.
3. Diterangkan bahwa azab itu datang dari allah pada aktu yang ditentukan-Nya, dan jika datang tidak seorangpun yang dapat menolaknya.
Yang dimaksud dengan dzil ma’arij (mempunyai tangga)[3], dalam ayat ini adalah azab itu datang dari Allah yang Maha Tinggi lagi Maha Sempurna, dan adanya azab itu berdasar kehendak dan keputusan-Nya bukan berdasar dari kehendak mahkluknya.
4. Ayat-ayat ini menerangkan bahwa Malaikat-Malaikat dan Jibril mengahadap Allah memakan waktu yang sangat singkat dan jika dilakukan oleh manusia akan memerlukan waktu 50.000 tahun.
Perkataan 50.000 tahun pada ayat ini bukanlah arti yang sebenarnya, akan tetapi sebagai suatu tanda bahwa arasy Allah itu sangatlah jauh dan tinggi.[4]
5. Dalam ayat ini Allah memerintahkan agar Rosulullah bersabar terhadap sikap orang-orang musyrik yang selalu mengolok-oloknya. Dan Allah memperingatkan kepada Nabi supaya jangan pernah gelisah mengahadapi mereka dan azab itu adalah urusan Allah.
6. Orang-orang musyrik memandang bahwa azab itu mustahil terjadi, karena mereka terperdaya oleh dunia dan karena ilmu mereka sedikit serta tidak mengindahkan petunjuk Allah.
7. Sedang pada sisi Allah azab itu pasti terjadi, karena Dia adalah yang Maha Penentu dari segala urusan. Dan tidak ada sesuatupun yang dapat mencegah-Nya dan melawan kehendak-Nya.
8. Allah menerangkan saat-saat kedatangan azab itu serta keadaan manusia waktu itu. Azab itu datang pada orang kafir pada waktu langit hancur luluh, seperti luluhan perak yang mencar karena dipanaskan.
9. Gunung-gunung hancur bertaburan seakan-akan bulu-bulu burung yang berterbangan karena terembus angin.
10. Dalam ayat ini, diterangkan kebingungan dan penderitaan orang-orang pada saat itu. Masing-masing tidak dapat menolong orang lain, seorang teman akrab tidak ada yang menanyakan temanya padahal mereka saling melihat antara satu dengan yang lain akan penderitaan yang dihadapi.
11-14. Dalam ayat ini menerangkan bahwa orang-orang kafir mengharapkan pada hari itu agar terlepas dari azab yang mereka derita itu, dengan cara menebus diri dengan anak-anak mereka, isteri-isteri mereka, saudara-saudara mereka, kaum mereka, dan manusia yang ada dibumi yang semuanya itu saling membantu selama dibumi. Karena demikianlah yang mereka lakukan selama didunia, saling tolong menolong meskipun mereka berbuat kejahatan dan kedzoliman.[5]
15-18. Dalam ayat ini Allah menegaskan bahwa, tidak akan diterima tebusan pun dari perbuatan dosa yang telah mereka lakukan. Dia tidak memerlukan itu semua karena Allah Maha Kaya. Ayat lain yang serupa dengan ayat ini adalah firman Allah dalam surat Ali-Imron, ayat: 91:

Artinya: Sesungguhnya orang-orang kafir dan mati, sedang mereka tetap dalam kekafirannya, maka tidaklah akan diterima dari seseoorang diantara mereka emas sepenuh bumi, walaupun ia menebus dirinya dengan emas (yang sebanyak itu). Bagi mereka itulah siksa yang pedi dan sekali-kali mereka tidak memperoleh penolong.
Azab yang disediakan bagi orang-orang kafir itu ialah neraka Jahannam yang apinya menyal-nyala, dan tak ada seorangpun yang dapat melepaskan diri darinya. Neraka itu mengelupaskan kulit kepala, mengahnguskan seluruh badannya dan membakarnya.
Neraka itu memanggil-mnggil orang kafir untuk diazabnya, begitu juga orang-orang yang membelakangi dan dan lari dari kebenaran, suka berbuat curang ,jahat, dan suka mengumpilkan harta benda namun tidak menafkahkannya.[6]
Ayat ini bukan melarang kaum muslimin mengumpulkan harta, melainkan melarang mengumpulkan harta tanpa mengeluarkan hak-hak Allah yang ada dalam harta yang telah dikumpulkanya itu.

Kesimpulan:
  1. Urusan azab itu adalah urusan Allah semata, bukan urusan Muhammad atau makhluk lain. Karena itu Dia-lah yang menentukan kedatangannya, dan jika azab itu datang tidak ada seorangpun yang dapat menolaknya.
  2. Allah SWT Maha Suci lagi Maha Tinggi, Dia mempunyai Malaikat-Malaikat dan Malaikat Jibril yang melaksanakan perintah perintah-Nya dalam mengatur alam ini.
  3.  Allah Swt memerintah agar Nabi Muhammad dan orang-orang yang beriman tetap tabah dan sabar meghadapi segala macam cobaan yang datang padanya.
  4. Orang-orang mukmin yakin bahwa azab Allah pasti ada, sedang orang-orang kafir tidak mempercayainya.
  5. Kesengsaraan dan penderitan pad hari kiamat itu sangatlah berat, sehingga orang tidak dapat memikirkan nasib orang lain.
  6. Seseorang tidak dapat menebus dirinya dengan apapun juga untuk menghindarkan diri dari azab Allah.


DAFTAR PUSTAKA

Ø  Al-qur’an dan tafsirannya, Jilid X, Proyek Pengadaan Kitab Suci Departemen Agama R.I. 1984/1985.
Ø  Tafsir Jalalayn (kyai H. Misbah bin Zaid Musthofa Bangilan), juz 21-30, Toko Kitab Alhidayah, Surabaya.














[1] Diambil Dari Al-Qur’an Dan Tafsirannya, Departemen Agama R.I.
[2] Dalam al-qur’an terjemahan raja Fadz, bahwa bukan “mungkin terjadi” akan tetapi pasti terjadi.
[3] Yang termasuk mufassir yang menafsiri ayat ini dengan langit adalah imam Jalalayn. Dalam kitabnya tafsir jalalyn. Hal: 2594. 
[4] Akan tetapi menurut imam Jalalyn, ayat ini menerangkan bahwa, perkataan 50.000 tahun dan waktu sehari itu maksudnya adalah penisbaan terhadap oang kafir yang tertimpa beban yang sangat besar dari azab itu, dan ketenangan orang mukmin karena selalu mengerjakan apa yang allah perintahkan termasuk sholat fardhu dan sabar. Ibid.
[5] Dalam penjelasan ayat ini, imam Jalalayn menambahkan, bahwa orang kafir itu tidak hanya melihatnya saja , bahkan sama-sama mengerti, tanpa saling bicara dan juga jumlah yang terdapat pada ayat “yubasshorunahum” itu adalah jumlah istiknafiah.
[6] Imam Jalalayn dalam penjelasan ini mengumpamakan ucapan neraka jahannam atau yang disebut dengan ladho, dengan perkataan “datanglah kepadaku, datanglah kepadaku” .

Jumat, 29 Juli 2011

BIOGRAFI SYEKH ‘ABDURROUF AS-SINGKILI

 
Pendahuluan
Nusantara, terutama Indonesia, telah menggoreskan tinta sejarah dalam peradaban islam dunia. Dengan lahirnya ulama-ulama diberbagai kepulauan, yang meyumbangkan berbagai disiplin ilmu keislaman, menjadikan Nusantara menjadi salah satu kawasan islam berpengaruh dalam peradaban islam.  
Pada abad ke -16 sampai ke-17 kita mengenal beberapa ulama’ Indonesia yang telah menyumbangkan pemikirannya bagi agama islam nusantara. Tidak hanya pada satu konsentrasi ilmu yang lahir dari ulama-ulama tersebut, melainkan berbagai ragam keilmuan yan telah disebarkan dipenjuru nusantara ini. Seperti tasawwuf, fiqh, tafsir, kesuasteraan, kebatinan, dan lain-lain. Beberapa ulama yang menonjol dari aceh umpamanya, seperti Hamzah al-Fansuri, Syamsuddin Assamatrani, Nuruddin Arraniri dan Abdurrauf as-Sankili. [1]
Dalam pembahasan ini kami akan menampilkan kembali sepak terjang dan biografi salah satu ulama besar nusantara yang lahir dari tanah serambi mekkah (aceh), yaitu Syekh Abdurrouf As-Singkili, atau yang lebih lengkapnya di kenal dengan “Aminuddin Abdul Rauf bin Ali Al-Jawi Tsumal Fansuri As-Singkili.

Pembahasan
I.         Biografi Abdurrouf As-Singkili
Syekh Abdurrauf Singkil (Singkil, Aceh 1024 H/1615 M - Kuala Aceh, Aceh 1105 H/1693 M) adalah seorang ulama besar Aceh yang terkenal. Ia memiliki pengaruh yang besar dalam penyebaran agama Islam di Sumatera dan Nusantara pada umumnya. Sebutan gelarnya yang juga terkenal ialah Teungku Syiah Kuala (bahasa Aceh, artinya Syekh Ulama di Kuala). Nama lengkapnya ialah Aminuddin Abdul Rauf bin Ali Al-Jawi Tsumal Fansuri As-Singkili. [2]
Menurut riwayat masyarakat, keluarganya berasal dari Persia atau Arabia, yang datang dan menetap di Singkil, Aceh, pada akhir abad ke-13. Pada masa mudanya, ia mula-mula belajar pada ayahnya sendiri. Ia kemudian juga belajar pada ulama-ulama di Fansur dan Banda Aceh. Selanjutnya, ia pergi menunaikan ibadah haji, dan dalam proses pelawatannya ia belajar pada berbagai ulama di Timur Tengah untuk mendalami agama Islam.
Menurut Syed Muhammad Naquib al-Attas, syaikh yang penganut dan penyebar pertama kali Tarekat Syattariyah di nusantara mempunyai salah seorang guru yang bernama Ahmad al-Qusyasyi. Nama Abdurrauf muncul dalam silsilah tarekat dan ia menjadi orang pertama yang memperkenalkan Syattariyah di Indonesia. Namanya juga dihubungkan dengan terjemahan dan tafsir Al-Qur’an bahasa Melayu atas karya Al-Baidhawi berjudul Anwar at-Tanzil Wa Asrar at-Ta'wil, yang pertama kali diterbitkan di Istanbul tahun 1884.
Abdurrauf Singkil meninggal dunia pada tahun 1693, dengan berusia 73 tahun. Ia dimakamkan di samping masjid yang dibangunnya di Kuala Aceh, desa Deyah Raya Kecamatan Kuala, sekitar 15 Km dari Banda Aceh.
II.      Murid-Murid dan Keturunan
Murid Syeikh Abdur Rauf bin Ali al-Fansuri sangat banyak, tetapi yang dapat dipastikan ada beberapa ulama besar yang sangat terkenal menyebarkan Islam di beberapa tempat di seluruh dunia Melayu. Antara mereka ialah, Baba Daud bin Agha Ismail bin Agha Mustata al-Jawi ar-Rumi. Beliau ini berasal dari keturunan ulama Rom yang berpindah ke Turki, keturunannya pula pindah ke Aceh sehingga menjadi ulama yang terkenal. Keturunan beliau pula ada yang berpindah ke Pattani, sehingga menurunkan ulama terkenal yaitu Syeikh Daud bin Ismail al-Fathani
Setelah berkhidmat di Mekah dikirim oleh saudara sepupu dan gurunya Syeikh Ahmad bin Muhammad Zain al-Fathani ke Kota Bharu, Kelantan untuk memimpin Matba’ah al-Miriyah al-Kainah al-Kalantaniyah. Lalu beliau berpindah ke Kota Bharu, Kelantan, beliau dikenal dengan gelaran ‘Tok Daud Katib’.
Ada pun Baba Daud bin Ismail al-Jawi ar-Rumi di atas beliau inilah yang menyempurnakan karya gurunya Syeikh Abdur Rauf bin Ali al-Fansuri yang berjudul Turjumanul al-Mutafid atau yang lebih terkenal dengan Tafsir al-Baidhawi Melayu, iaitu terjemah dan tafsir al-Quran 30 juz yang pertama dalam bahasa Melayu.
Naskhah asli tulisan tangan Baba Daud bin Ismail al-Jawi ar-Rumi itu dimiliki oleh keturunannya Tok Daud Katib, lalu naskhah itu diserahkan kepada guru dan saudara sepupunya Syeikh Ahmad al-Fathani.
Dari naskhah yang asli itulah diproses oleh Syeikh Ahmad bin Muhammad Zain al-Fathani, Syeikh Daud bin Ismail al-Fathani dan Syeikh Idris bin Husein Kelantan sehingga terjadi cetakan pertama di Turki, di Mekah dan Mesir pada peringkat awal. Nama ketiga-tiga ulama itu yang dinyatakan sebagai Mushahhih (Pentashhih) pada setiap cetakan tafsir itu kekal diletakkan di halaman terakhir pada semua cetakan tafsir itu.
Turjumanul Mustafid yang diterbitkan sampai sekarang adalah merupakan lanjutan daripada cetakan yang dilakukan oleh Syeikh Ahmad al-Fathani dan dua orang muridnya itu (keterangan lanjut mengenai ini lihat buku Khazanah Karya Pusaka Asia Tenggara, jilid 1, 1990:157-172).
Murid Syeikh Abdur Rauf bin Ali al-Fansuri yang lain ialah Syeikh Burhanuddin Ulakan. Beliau inilah yang disebut sebagai orang yang pertama sebagai penyebar Islam di Minangkabau (Sumatera Barat) melalui kaedah pengajaran Tarekat Syathariyah.
Di Jawa Barat, Indonesia terkenal seorang murid Syeikh Abdur Rauf bin Ali al-Fansuri yang dianggap sebagai seorang Wali Allah. Beliau ialah Syeikh Abdul Muhyi Pamijahan. Sepanjang catatan sejarah, beliau dianggap orang pertama membawa Tarekat Syathariyah ke Jawa Barat dan selanjutnya berkembang hingga ke seluruh tanah Jawa.
Adapun mengenai Syeikh Yusuf Tajul Mankatsi yang berasal dari tanah Bugis ada riwayat menyebut bahawa beliau juga murid Syeikh Abdur Rauf bin Ali al-Fansuri. Riwayat lain menyebut bahawa Syeikh Yusuf Tajul Mankatsi itu adalah sahabat Syeikh Abdur Rauf bin Ali al-Fansuri, sama-sama belajar kepada Syeikh Ahmad al-Qusyasyi dan Syeikh Ibrahim al-Kurani.
Walau bagaimanapun, selembar salasilah yang ditemui di Kalimantan Barat, menyebut Syeikh Yusuf Tajul Mankatsi menerima Tarekat Syathariyah kepada Syeikh Abdur Rauf bin Ali al-Fansuri itu. Memang diakui bahawa Syeikh Yusuf Tajul Mankatsi ialah orang pertama menyebarkan Tarekat Syathariyah di Tanah Bugis atau seluruh Sulawesi Selatan.
Bahkan dianggap juga beliau sebagai orang pertama menyebarkan pelbagai tarekat lainnya, di antaranya Tarekat Qadiriyah dan Tarekat Naqsyabandiyah. Tetapi berdasarkan manuskrip Mukhtashar Tashnif Syeikh Abdur Rauf bin Ali al-Fanshuri oleh Syeikh Abdur Rauf bin Makhalid Khalifah al-Qadiri al-Bantani bahawa Syeikh Yusuf al-Mankatsi adalah cucu murid kepada Syeikh Abdur Rauf al-Fansuri, sumber ini dari Syeikh Yusuf (al-Mankatsi/al-Maqasari) turun daripada Syeikh Muhyiddin Karang (Pamijahan), turun daripada Syeikh Abdur Rauf al-Asyi”.
Murid Syeikh Abdur Rauf bin Ali al-Fansuri di Semenanjung Tanah Melayu (Malaysia) pula, yang paling terkenal ialah Syeikh Abdul Malik bin Abdullah Terengganu atau lebih popular dengan gelar Tok Pulau Manis yang mengarang berbagai-bagai kitab di antaranya Kitab Kifayah. Ada yang meriwayatkan bahwa Syeikh Abdur Rahman Pauh Bok al-Fathani pernah belajar kepada Syeikh Abdur Rauf bin Ali al-Fansuri. Tetapi dalam penelitian penulis tidaklah demikian. Yang betul ialah ayah Syeikh Abdur Rahman Pauh Bok itu, yaitu Syeikh Abdul Mubin bin Jailan al-Fathani dipercayai adalah sahabat Syeikh Abdur Rauf bin Ali al-Fansuri karena sama-sama belajar kepada Syeikh Ahmad al-Qusyasyi dan Syeikh Ibrahim al-Kurani.

III.   Pendidikan
Maklumat terawal mengenai pendidikannya baru diperoleh daripada dua sumber. Sumber pertama berdasarkan pengakuan beliau sendiri, yang ditulis pada bagian akhir kitab Turjumanul Mustafid, “... sekecil-kecil muridnya dan sehina-hina khadamnya itu, iaitu Daud al-Jawi anak Ismail anak Agha Mustafa anak Agha Ali ar-Rumi...”.
Makna yang dimaksudkan pada kalimat yang tersebut ialah bahawa beliau murid dan khadam kepada Sheikh Abdur Rauf bin Ali al-Fansuri.
Sumber yang kedua ditulis oleh murid beliau, Sheikh Faqih Jalaluddin bin Kamaluddin al-Asyi di dalam salah satu versi Manzarul Ajla ila Martabatil A’la, bahawa Sheikh Arif Billah Baba Daud adalah murid Sheikh Abdur Rauf bin Ali al-Fansuri. Tarekat Qadiriyah dan Tarekat Syathariyah Baba Daud al-Jawi menerima bai’ah daripada Syeikh Abdur Rauf bin Ali al-Fansuri itu.
Selain mendapat pendidikan daripada Sheikh Abdur Rauf bin Ali al-Fansuri, belum ditemui maklumat yang membicarakan pendidikan lanjut Baba Daud al-Jawi yang dibicarakan ini.
Sehingga kini karya yang dapat ditonjolkan sebagai suatu hasil karya hanya sebuah saja. Itu pun hanya sebagai seorang yang menyelesaikan dan membuat tambahan terhadap karya gurunya, Sheikh Abdur Rauf bin Ali al-Fansuri yang tersebut.
Sebagai bukti bahawa kitab Turjumanul Mustafid diselesaikan oleh Baba Daud al-Jawi, beliau tulis pada akhir kitab tafsir itu, “Dan menambahi atasnya oleh sekecil-kecil muridnya ...” .
Manuskrip asli Turjumanul Mustafid karya Sheikh Abdur Rauf bin Ali al-Fansuri yang diselesaikan oleh Baba Daud al-Jawi itu akhirnya dipunyai oleh salah seorang keturunannya di Pattani. Kemudian diserahkan kepada Sheikh Ahmad bin Muhammad Zain al-Fathani. Daripada manuskrip itulah yang diproses dan ditashih oleh Sheikh Ahmad al-Fathani yang kemudian dicetak dan disebarkan secara luas.
Hasil cetakan yang diusahakan oleh Sheikh Ahmad al-Fathani itulah, kitab tafsir itu masih diterbitkan hingga sekarang. Kitab tersebut juga dinamakan Tafsirul Baidhawi asy Syarif, dan dengan nama Tafsir Baidhawi itulah yang paling popular di kalangan masyarakat Melayu. Penerbitan-penerbitan awal Tarjuman al Mustafid karya Sheikh Abdur Rauf al-Fansuri ini tercatat :
a. Cetakan pertama Istanbul (Turki) 1302 H (1884 M)
b. Cetakan pertama Matba’ah Miriyah, Bulaq, Mesir 1303 H (1885 M)
Dalam beberapa terbitan Tarjuman al Mustafid di halaman terakhir, terdapat maklumat bahwa kitab tersebut ditashih oleh tiga orang, iaitu:
a.  Sheikh Ahmad al-Fathani, adalah pentashih yang pertamakali.
b. Sheikh Idris al-Kalantani. Maksudnya adalah Sheikh Idris bin Husein al-Kalantani, yaitu murid kepada Sheikh Ahmad al-Fathani, yang telah beliau berikan kepercayaan dalam bidang khas pentashihan selanjutnya jika terdapat kekeliruan teknik cetakan dan lain-lain.
Perlu diperhatikan bahwa Sheikh Idris al-Kalantani tersebut lain dari Sheikh Idris al-Marbawi yang pernah juga sebagai pentashih Tarjuman al Mustafid pada terbitan-terbitan mutakhir.
c. Sheikh Daud al-Fathani. Maksudnya adalah Sheikh Daud bin Ismail al-Fathani, juga murid Sheikh Ahmad al-Fathani yang masih ada pertalian keluarga, yaitu orang kepercayaan Sheikh Ahmad al-Fathani sesudah Sheikh Idris al-Kalantani.
Mengenai data kandungan ringkas kitab ini, Sheikh Ahmad al-Fathani menyebut:”…yang diterjemahkan dengan bahasa jawi, yang diambil setengah maknanya dari Tafsir al-Baidhawi…”. Ini berarti Tarjuman al Mustafid bukanlah merupakan terjemah secara keseluruhan Tafsir al-Baidhawi seperti banyak diperkatakan orang.
Pendapat Sheikh Ahmad al-Fathani ini sesuai pula dengan tulisan penyalin pertamanya, yaitu ulama yang dibicarakan ini, Daud al-Jawi bin Ismail yang mengatakan:
“Akan kisahnya yang diambil kebanyakannya daripada Khazin. Terlalu baru Karel A. Steenbrink yang merupakan petikan dari tulisan Petter Riddel, yang mengatakan bahwa “ternyata dasar tafsir ini adalah sebuah terjemahan yang cukup harfiah darpada Tafsir Jalalayn”, ini kerana walaupun Sheikh Ahmad al-Fathani tidak menyebut Tafsir Jalalayn itu, namun kalimat beliau itu telah mewakili bahwa dikarangkannya Tarjuman al Mustafid hanya sebahagiannya saja dari tafsir-tafsir selainnya termasuk Khazin mahupun Jalalayn.
Menurut keterangan beberapa orang keturunan Baba Daud al-Jawi yang berada di Pattani dan Kelantan, selain menyelesaikan karya tersebut, beliau juga menghasilkan beberapa karya yang lain. Namun sampai saat ini penulis belum menemui karya yang lainnya.
Sebagai kesan daripada pengaruh nama beliau yang diawali dengan ‘Baba’, hingga sekarang dalam seluruh wilayah Pattani apabila seseorang itu membina pondok pengajian, mempunyai pengetahuan agama Islam dan berpengaruh dalam masyarakat disebut ‘Baba’.
Pada mulanya hanya keturunan dan yang ada hubungan keluarga dengan beliau saja yang layak digelar demikian, tetapi akhirnya gelaran itu merata kepada setiap guru pondok yang terpandang atau masyhur.[3]

IV.   Pengajaran dan Karya
Syeikh Abdul Rauf bin Ali al-Fansuri termasuk dalam golongan ulama dunia Melayu yang produktif dalam bidang karangan dalam bahasa Melayu. Karya beliau telah di uraikan dalam buku Khazanah Karya Pusaka Asia Tenggara, jilid 1, sebanyak 25 buah.[4]
Setelah buku tersebut diterbitkan, diketahui pula karya beliau yang belum termasuk dalam senarai yang tersebut. Karya-karya tersebut ialah: Aghmadhus Sail. Kitab ini baru ditemui hanya sebuah saja, yaitu yang diamanahkan kepada Musium Islam Pusat Islam Kuala Lumpur. Kandungan kitab ini mengenai ilmu tauhid. Judul yang lain juga baru diketahui pula ialah Kanzul Insaniyi, telah menjadi koleksi Pusat Manuskrip Melayu PNM, nombor kelas MS1530.
Karya Syeikh Abdur Rauf bin Ali al-Fansuri yang baru menjadi koleksi Pusat Manuskrip Melayu PNM pula ialah Durratul Baidha’ Tanbihan lin Nisa’ nomor kelas MS 1625. Oleh itu, terdapat tiga karya Syeikh Abdur Rauf bin Ali al-Fansuri yang baru diketahui, dengan disebutkan tiga buah kitab yang tersebut berarti ada 27 buah karya beliau yang telah dikenal pasti karena Hujjatul Balighah ternyata bukan karya Syeikh Abdur Rauf bin Ali al-Fansuri, judul itu terpaksa digugurkan dari serangkaian yang telah lalu. Ia diperkirakan kembali ke Aceh sekitar tahun 1083 H/1662 M dan mengajarkan serta mengembangkan tarekat Syattariah yang diperolehnya.
 Murid beliau sangat banyak yang berasal dari Aceh serta wilayah Nusantara lainnya. Beberapa yang menjadi ulama terkenal ialah Syekh Burhanuddin Ulakan (dari Pariaman, Sumatera Barat) dan Syekh Abdul Muhyi Pamijahan (dari Tasikmalaya, Jawa Barat).[5]
Al Singkili bahkan pernah menulis karya berjudul Mir’at at Thullab yang membahas masalah-masalah fiqh dan hukum. Di dalam karya ini dibahas tentang syarat-syarat dan aturan menjadi hakim dan penegakan hukum Islam. Al Singkili juga menulis tentang fiqh muamalat dan menulis tafsir al Qur’an dengan judul Tarjuman al Mustafid yang terbit untuk pertama kali justru di Timur Tengah dan bukan di Indonesia.[6]
Azyumardi Azra menyatakan bahwa banyak karya-karya Abdurrauf Singkil yang sempat dipublikasikan melalui murid-muridnya. Di antaranya adalah:[7]
  • Mir'at al-Thullab fî Tasyil Mawa'iz al-Badî'rifat al-Ahkâm al-Syar'iyyah li Malik al-Wahhab. Karya di bidang fiqh atau hukum Islam, yang ditulis atas permintaan Sultanah Safiyatuddin.
  • Tarjuman al-Mustafid. Merupakan naskah pertama Tafsir Al Qur’an yang lengkap berbahasa Melayu.
  • Terjemahan Hadits Arba'in karya Imam Al-Nawawi. Kitab ini ditulis atas permintaan Sultanah Zakiyyatuddin.
  • Mawa'iz al-Badî'. Berisi sejumlah nasehat penting dalam pembinaan akhlak.
  • Tanbih al-Masyi. Kitab ini merupakan naskah tasawuf yang memuat pengajaran tentang martabat tujuh.
  • Kifayat al-Muhtajin ilâ Masyrah al-Muwahhidin al-Qâilin bi Wahdatil Wujud. Memuat penjelasan tentang konsep wahadatul wujud.
  • Daqâiq al-Hurf. Pengajaran mengenai taswuf dan teologi.
Penutup
Demikianlah satu tinjauan mengenai Syeikh Abdur Rauf bin Ali al-Fansuri ulama Asia Tenggara yang berasal dari Aceh Selatan atau menurut pendapat yang lain berasal dari Mandailing (daerah Batak) yang telah menggunakan masa hidup mulai tahun 1001/1592 M.
Namun menurut pendapat lain 1024H/1615 M, dan juga ada pendapat lain mengatakan 1620 M, hingga wafat tahun 1693 M. Setelah wafat lebih terkenal dengan sebutan Teuku Syiah Kuala.



[1] http://aku1dia.multiply.com/journal/item/42/
[2] http://id.wikipedia.org/wiki/Abdurrauf_Singkil
[3] http://ulamanusantara.blogspot.com/2008/02/baba-daud-ar-rumi-al-jawi_07.html
[4] http://muhibmahbub.blogspot.com/2007/09/syeikh-abdur-rauf-fansuri-pentafsir-al.html
[5] ibid
[6]http://www.swaramuslim.net/galery/islam-indonesia/index.php?page=sabili4-jejak_emas_ulama
[7] http://id.wikipedia.org/wiki/Abdurrauf_Singkil

Minggu, 24 Juli 2011

MELOGIKAKAN MISTIK

Oleh:
Muhammad Hariri

PENDAHULUAN
Sebelum kita melangkah nantinya kepada bab pembahasan tentang mistik, alangkah sistematisnya kita dahulukan pada pembahasan yang mengenai kelogikaan atau yang sering dan biasa kita sebut dengan kerasionalan itu, yang hamper tidak terbedakan.
Sebenarnya pada dua istilah tersebut, yaitu antara logis dan rasional, adalah sebuah pengistilahan kepada hasil akhir suatu objek pengetahuan yang berbeda. Sebagaiman yang telah dikemukakan oleh Kant bahwa, apa yang kita katakana tentang rasional itu ialah suatu pemikiran yang masuk akal tetapi menggunakan ukuran hukum alam. Dengan kata lain menurut Kant itu ialah kebenaran akal yang di ukur dengan hukum alam. Contoh mudahnya adalah seperti kasus Nabi Ibrahim, tatkala anda mengatakan Nabi Ibrohim dibakar tidak hangus, itu adalah hal yang tidak rasionalkarena menurut hukum alam sesuatu yang dibakar pasti akan hangus, kecuali bahan itu memang materi yang tidak hangus terbakar, itu tidak rasional. Dan contoh yang rasional, seperti kasus pesawat yang beratnya ratusan ton kok dapat terbang?, yak arena pesawat itu telah dirancang sesuai dengan hukum alam, dan itu rasional.
Bagaimana tentang logis?, kebenaran logis terbagi dua, pertama logis –rasional sepeti yang telah di uraikan diatas dan, kedua, logis supra rasional. Logis-supra-rasional ialah pemikiran akal yang kebenarannya hanya mengandalkan argument, ia tidak diukur dengan hukum alam. Bila argumennya masuk akal, maka ia benar, sekalipun melawan hukum alam. Dengan kata lain, ukuran kebenaran logis-supra-rasional ialah logika yang ada pada susunan argumennya. Jika argumennya masuk akal, maka ia benar meskipun sangat bertentangan dengan hukum alam. Kita dapat ambil kasus diatas, bahwa tidak rasional (logis-rasional) jika manusia seperti Nabi Ibrohim tidak hangus dibakar. Akan tetapi secara logis-supra-rasionalnya adalah, tuhan membuat api, api terdiri dari dua substansi, yaitu api-nya dan panas-nya (dzat dan sifat). Jika panasnya hilang maka kemungkinan api itu akan menjadi dingin, atau hangat atau yang lainnya. Tuhan merobah sifat api dari panas kedingin, umtuk menyelamatkan Ibrohim-Nya. Ini merupakan argument yang logis (logis-spra-rasional). Jadi logis saja api tidak menghanguskan Ibrohim.[1]
Dengan system yang logis non alamiah inilah kami mengindentifikasi kasus kemistikan ini. Mengenai prosesnya kami letakkan pada bab pembahasan berikutnya.

PEMBAHASAN
  1. Definisi Mistik.
Mistik adalah pengetahuan yang tidak rasional; ini pengertian yang umum.adapun pengertian mistik bila di kaitkan dengan agama ialah pengetahuan (ajaran atau keyakinan) tentang Tuhan yang diperoleh melalui meditasi atau latihan spiritual, bebas dari ketergantungan pada indra dan rasio. Dan ada juga yang mengatakan bahwa pengetahuan mistik (sebenarnya pengetahuan yang bersifat mistik) ialah pengetahuan yang supra-rasional tetapi kadang-kadang memiliki bukti empiris.
Didalam islam, yamg termasuk pengetahuan mistik ialah pengetahuan yang di peroleh melalui jalan tasawuf. Seperti yang tercakup dalam istilah ma'rifat, al-ittihad, atau hulul . pengetahuan mukasyafah, juga termasuk dalam pembagian pengetahuan mistik yang diperoleh bukan melalui jalan indra atau jalan rasio. Kekebalan juga masuk dalam wilayah ini, karena tidak dapat diterangkan melalui logika sebab akibat. Yang tidak dapat di pahami adalah sebab akibatnya atau mengapanya, tetapi pengetahuan ini (kekebalan) dapat dibuktikan secara empiris. Dan banyak lagi jenis lainnya, yang tidak dapat di buktikan secara empiric, maupun tidak.
  1. Pembagian Mistik.
Dilihat darri segi sifatnya, mistik dapat kita bagi menjadi dua kategori, yaitu mistik biasa, dan mistik magis.
    1. mistik biasa adalah mistik tanpa kekuatan tertentu, seperti dalam islam yaitu tasawuaf.
    2. Mistik magis adalah mistik yang mengandung kekuatan tertentu dan biasanya untuk mencapai tujuan tertentu pula. Mistik magis ini dapat dibagi dua, yaitu mistik-magis-putih dan mistik-magis-hitam. Mistik-magis-putih seperti: mu'jizat, karomah, ilmu hikmah, sedangkan mistik-magis-hitam seperti: santet dan sejenisnya yang menginduk ke sihir, bahkan boleh jadi mistik-magis-hitam dapt di sebut sihir saja.
  1. Objek Pengetahuan Mistik.
Yang menjadi objek pengetahuan mistik ialah objek yang abstrak-supra-rasional, seperti alam gaib termasuk Tuhan, malaikat, surga, neraka,jin, dan lain-lain. Termasuk objek yang hanya diketahui oleh pengetahuan mistik ialah objek-objek yang tidak dapat dipahami oleh rasio, yaitu objek-objek supra-natural (supra-rasional), seperti: kebal, debus, pellet, penggunaan jin, santet.
  1. Cara Memperoleh Pengetahuan Mistik.
Pada penjelasan diatas disebutkan bahwa pengetahuan mistik itu yidak diperolah dari jalan indera atau tidak juga melalui akal rasional. Namun pengetahuan mistik diperoleh dari melalui rasa, ada yang mengatakan dari intuisi, Immanuel Kant menyebutkan dari moral, dan juga insight, Al Ghozali mengatakan dhomir, atau kalbu.
Pada proses mistik biasa seperti yang dialami oleh para sufi, jika ingin mengetahuinya maka prosesnya anda harus menghilangkan sebanyak mungkin unsure nasut yang ada pada diri anda dan memperbesar unsure lahut, ini yang terjadi dikalangan sufi.
Pada umumnya cara memperoleh pengetahuan mistik adalah latian yang disebut juga riyadhoh. Dari riadhoh itu manusia manusia memperoleh pencerahan, memperoleh pengetahuan , yang didalam tasawuf disebut dengan ma'rifat. Sedangkan mistik yang lainseperti kebal, santet, dan segala macam mistik-magis-hitam, juga diperoleh dengan metode yang sama. Jadi dapat disimpulkan bahwa, epistimologi pengetahuan mistik ialah pelatian batin. 
  1. Ukuran Kebenaran Pengetahuan Mistik.
Kebenaran sains diukur dengan rasio dan bukti yang empiris. Bila teori sains rasional dan buktinya empiris, maka toeri itu benar. Ukuran kebenaran  filsafat adalh logis. Bila toeri filsafat logis, berarti teori itu benar. Logis dalam filsafat dapat di artikan rasional atau supra-rasional.
Sedangkan pengetahuan mistik diukur dengan berbagai ukuran. Bila pengetahuan mistik itu berasal dari Tuhan, maka ukurannya adalah teks Tuhan yang menyebutkan demikian. Tatkala Tuhan dalam al-quran mengatakan bahwa surga neraka itu ada, maka teks itulah yang menjadi bukti kebenarannya. Adakalanya ukuran kebenaran pengetahuan mistik itu adalah kepercayaan. Sesuatu diannggap benar jika kita mempercayainya. Kita percaya bahwa jin dapat melakukan suatu pekerjaan. Kepercayaan itulah yang menjadi kebenarannya. Adakalanya kebenaran suatu teori dalanm pengetahuan mistik diukur dengan bukti yang empiris. Seperti kebal, seseorang yang kebal dipraktekkannya bahwa ia tiadak tembus ditusuk jarum, ini adalah bukti yang empiris yang menjadi kebenaran ilmu tersebut.
  1. Kegunaan Pengetahuan Mistik
Pengetahuan mistik itu amat subjektif, yang paling tahu penggunaannya adalah pemiliknya. Seharusnya kita Tanya kepadasalik (pengamal tasawuf), para pengamal ahli hikmah, para dukun mereka menggunakkannya untuk hal apa. Secara kasar kita dapat mengetahui bahwa mistik yang biasa di gunakan untuk memperkuat keumanan, seperti: mereka akan merasakan kenikmatan yang tiada tara jika telah merasakan bersatu dengan kekasihnya (Tuhan), mistik-magis-putih digunakan untuk kebaikan, seperti: untuk pengobatan, mendamaikan suami istri yang sedang cekcok,dll, sedangkaqn mistik-magis-hitam digunakan untuk tujuan jahat,jenis magis ini tergantung dari orangnya juga, seperti halnya kekebalan, dapat menjadi pertahanan diri bagi orang yang memilikinya.
Untuk menilai apkah mistik itu tergolong hitam atau pun putih, kita melihatnya dulu pada segi ontologinya, epistimologinya, dan aksiologinya. Bila pada pada ontology terdapat hal-hal yang berlawanan dengan nilai kebaikan, maka dari segi ontologinya kita sebut mistik-magis itu termasuk yang hitam.dan sebaliknya.
  1. Cara Kerja Kemistikan.
Dalam bab ini kami hanya menjelaskan dua kategori dalam mistik, yaitu mistik-magis-putih, dan mistik-magis-hitam.

1.               Cara Kerja Mistik-Magis-Putih.
cara kerja mistik-magis-putih adalah sebagai berikut: para ahli hikmah dengan metode kasfy telah menemukan beberapa rahasia -rahasia (muatan-muatan praktis) yang ada pada agama. Seperti kitab-kitab yang didalamnya mengandung lafad-lafad yang diwahyukan oleh Tuhan kepada manusia pilihannya. Yang mana lafad-lafd tersebut diyakini oleh para ahli hikmah dapat mendatang kan keutamaan, dan kelebiahan yang lain, seperti dapat menemmbummmmhkan orang yang yang sakit bila dibacakan kepada orang yang sakit tersebut, dan kelebihan-kelebihan yang lain. Penjelasan lebih lanjut bisa dilihat pada buku filsafat ilmu, karangan Prof.Dr.Ahmad Tafsir.

2.               Cara Kerja Mistik-Magis-Hitam.
Cara kerja mistik-magis-hitam telah digambarkan oleh Ibnu Kholdun, sebagai berikut. Kita melihat dengan meta kepala sendiri, bagaimana cara seorang tukang sihirmembuat gambar calon korbannya. Digambarkannya dalam bentuk yang ia inginkan, ia rencannakan untuk membuat orang tersebut mengadopsi, baik dalam bentuk symbol-simbol, atau nama-nama, atau atribut-atribut. Lalu ia bacakan mantra bagi gambar yang ia letakkannya sebagai ganti orang yang dituju, secara kongkrit dan simbolik, ia mengumpulkan air ludah di mulutnya lalu menyemburkannya pada gambar itu. Lalu ia ikatkan buhul pada symbol menurut sasaran yang telah disiapkan tadi. Ia menganggap ikatan buhul itu memiliki kekuatan dan efektif dalam praktik sihir.
Ia meminta jin-jin kafir untukberpartisipasi agar mantra itu lebih kuat. Gambar korban dan nama-nama buruk itu memiliki roh jahat. Roh itu dari tukang sihir dari tiupannya (nafasnya) dan melekat pada air ludah yang disemburkannya keluar. Ia memunculkan lebih banyak roh jahat. Akibatnya, segala sesuatu yang dituju tukang sihir tadi benar-benar terjadi. Mungkin begitulah sebagian praktik kegiatan tersebut.

PENUTUP
Jika kita dapat mengetahui apa yang menjadi problem-problem dasar ilmu pengetahuan seperti: Ontology, Epistimologi, Aksiologi, secara tidak langsung kita dapat mengerti apa yang menjadi objektifitas ilmu pengetahuan tersebut, dan dapat menilai kerasionalan atau kelogisan ilmu pengetahuan tersebut.
Dalam pembahasan ini, kami mencoba untuk "melogiskan" ilmu kemistikan dengan cara mengindentifikasi ilmu tersebut dari ontologinya, epistimologinya, dan juga aksiologinya.
Dipandang dari segi ontologinya, ilmu kemistikan sangat menaruh perhatiannya kepada suatu objek yang abstrak-supra-rasional, seperti alam gaib termasuk Tuhan, malaikat, surga, neraka, jin, dan lain-lain. Termasuk objek yang hanya diketahui oleh pengetahuan mistik ialah objek-objek yang tidak dapat dipahami oleh rasio, yaitu objek-objek supra-natural (supra-rasional), seperti: kebal, debus, pellet, penggunaan jin, santet.
Dipandang dari segi epistimologinya, kemistikan dengan menggunakan atau melalui rasa, ada yang mengatakan dari intuisi, Immanuel Kant menyebutkan dari moral, dan juga insight, Al Ghozali mengatakan dhomir, atau kalbu. Ada yang mengatakan dengan menghilangkan sebanyak mungkin unsure nasut yang ada pada diri anda dan memperbesar unsure lahut, ini yang terjadi dikalangan sufi. Latihan yang disebut juga riyadhoh. Dari riadhoh itu manusia manusia memperoleh pencerahan, memperoleh pengetahuan , yang didalam tasawuf disebut dengan ma'rifat.
Dalam aksiologinya , telah diketahui cara kerjanya pada bab pembahasan diatas.

DAFTAR PUSTAKA
o   Drs. Rizal Mustansyir M.Hum, dan Drs. Misnal Munir M.Hum, Filsafat Ilmu, pustaka pelajar, yogyakarta: 2006
o   Prof. Ali Abdul Azhim, Epistimologi Dan Aksiologi Ilmu Perspektif Alquran, CV. Rosda, Bandung: 1989
o   Prof.Dr. Ahmad Tafsir, Filsafat Ilmu : 2006 


[1] Ahmad Tafsir, Ontology, Epistimologi, Aksiologi Ilmu, Filsafat, Mistik  hal: 5